Translate

Minggu, 29 Mei 2011

PERANAN GURU SEBAGAI MOTIVATOR DALAM PERKEMBANGAN KONDISI PSIKOLOGI SISWA YANG PERNAH MENGALAMI TRAUMA DI LINGKUNGAN SEKOLAH

ILLUSTRASI

Pada suatu saat diawal tahun ajaran baru, saya sebagai walikelas memeriksa absent. Dalam aktivitas tersebut saya menemukan seorang siswa yang tidak pernah mengikuti masa orientasi dan diperkirakan sudah sekitar 6 hari alpa. Kemudian pada hari berikutnya siswa tersebut masuk. Kemudian saya bertanya “Kemana kamu hamper seminggu alpa dan tidak pernah mengikuti orientasi?” dan kemudian siswa tersebut maju menghampiri saya di meja guru dan berkata”Bu, boleh kita bicara di luar?” saya jawab “Oke”. Kemudian siswa tersebut dengan terbuka menjelaskan alasannya.


Illustrasi tersebut adalah pengalaman nyata yang penulis dapatkan pada saat dia menjadi wali kelas. Sebuah pengalaman pertama disaat seorang murid dengan berani mengajaknya untuk keluar dan berbicara. Secara sudut pandang etika, mungkin tekanan nada siswa tersebut agak kurang sopan, tapi penulis melihat ada sisi lain dari siswa tersebut sehingga dia harus mengikuti kemauan siswa tersebut.
Siswa tersebut di luar kelas bercerita kalau dia pernah mengalami kejadian di lingkungan sekolah yang membuat dia trauma untuk berada dilingkungan sekolahnya yang lama. Untuk menghormati privasi dari siswa tersebut penulis tidak akan menceritakan sekolah lama siswa tersebut dan kejadian yang dia alami.
Setelah mendengar cerita dari siswa tersebut, penulis sebagai walikelas merasa memiliki kewajiban untuk membantu siswa tersebut sehingga trauma tersebut tidak menghantui siswa yang bersangkutan. Dan secara kebetulan ada seorang guru yang mengetahui latar belakang dan keluarga siswa tersebut. Informasi yang saya daptkan sangat membantu saya dalam mencari celah untuk menolong siswa yang bermasalah tersebut.
Dengan informasi yang penulis dapatkan, kemudian penulis juga berkonsultasi dengan seseorang yang memahami masalah psikologi dan dengan membaca buku psikologi yang berkaitan dengan trauma siswa tersebut maka penulis membuat kesimpulan apa yang harus dilakukan untuk terapi awal, prosesnya adalah sebagai berikut:
1. Penulis berusaha menempatkan posisinya menjadi orang yang dapat dipercaya oleh siswa tersebut
2. Penulis melakukan pendekatan secara tarik ulur sehingga siswa tidak merasa terlalu diawasi tetapi tetap mendapat perhatian
3. Penulis berusaha menempatkan dirinya menjadi seorang motivator agar siswa tersebut dapat menghilangkan traumanya
Pada saat penulis menempatkan posisinya sebagai orang yang dapat dipercaya, penulis berusaha untuk menjadi pendengar yang baik dan tidak melanggar perjanjian yang sudah diberlakukan oleh siswa tersebut. Ada satu hal yang mungkin agak ganjil tetapi penulis lakukan. Siswa tersebut meminta agar apapun masalahnya dalam semester ini, orang tua jangan pernah dipanggil kesekolah. Lebih baik diselesaikan secara personal antaru guru dan murid. Dalam kasus ini sebenarnya penulis agak berspekulasi dengan permintaan siswa, tetapi penulis tetap melakukannya dengan harapan dapat meraih kepercayaan siswa tersebut. Dan penulis merasa ada sebuah keberhasilan dalam proses ini karena siswa mulai percaya dan terbuka, sehingga penulis dapat mengarahkan siswa tersebut.
Pada proses tarik ulur, penulis melakukannya karena berdasarkan data dan informasi yang penulis dapatkan, bahwa siswa yang pernah mendapatkan masalah demikian tidak suka terlalu diawasi. Dia akan cenderung menjauh dan menutup diri. Proses ini juga berhasil dilakukan oleh penulis, karena siswa malah semakin dekat dan nyaman menceritakan masalahnya.
Kedua proses diatas akhirnya membuat hubungan guru dan siswa menjadi dekat, sehingga penulis dapt lebih banyak memberikan motivasi dan masukan positif kepada siswa yang bersangkutan. Salah satu masukan yang akhirnya dapat membuat siswa tersebut berubah adalah pada saat penulis berkata jangan pernah meyalahkan masa lalu dan kejadian yang kamu lalui. Semua sudah jalan hidup kita. Pada saat kita menyalahkan maka akan banyak pihak yang kamu salahkan, termasuk orang tua. Berdamailah dengan keadaanmu, anggaplah sebagai hal positif karena ada proses hidup yang kamu dapatkan dan belum tentu didapatkan orang lain. Anggaplah itu pembelajaran dan jadi pijakan yang kuat untuk kamu melangkah ke masa depan.
Setelah satu semester dilewati, akhirnya tiba pada saat pembagian raport semester ganjil. Penulis terbiasa untuk memanggil orang tua pada saat penerimaan rapot. Ada sebuah kejadian mengesankan pada saat orang tua siswa yang bermasalah tersebut dating untuk mengambil rapot anaknya. Kalimat pertama yang diungkapakan adalah “Apa yang ibu lakukan sehingga anak saya bisa berubah? Saya tidak menduga dia bisa berubah 180 derajat?” Berdasarkan cerita orang tuanya selain anaknya menjadi rajin dan mau bersekolah, anaknya juga semakin rajin beribadah, emosi lebih terkendali dan lebih terbuka. Yang dulunya selalu menutup diri dan pemarah, sekarang lebih ceria dan malahan mau bernyanyi dan bercerita panjang lebar denga kedua orang tuanya. Dan karena memang siswa tersebut berubah maka kegagalan yang dia dapatkan tahun lalu tidak terulang lagi. Dia berhasil naik kelas. Dan intinya MAU BERSEKOLAH KEMBALI.
Penulis akhirnya membuat kesimpulan yang diharapkan dapat juga diterapkan oleh puhak lain jika menghadapi siswa atau anak yang bermasalah. Kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Bersikaplah peduli
2. Jadilah pendengar yang baik
3. Jadilah seseorang yang dapat dipercaya
4. Ciptakan rasa aman dan terlindungi untuk anak atau murid kita.
Sebagai penutup, penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, karena kita tidak dapat menutup mata masih ada banyak anak anak lain yang mengalai trauma dalam kehidupan mereka, dan mereka sangat memerlukan perhatian dan bantuan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar